Audience Mismatch Theory: Symbolic Broadcasting to Significant Others

Vibrant test pattern screen with colorful bars and modern design.

Audience Mismatch Theory: Symbolic Broadcasting to Significant Others

Audience Mismatch Theory menjelaskan fenomena pergeseran fungsi komunikasi ketika sebuah pesan yang dirancang untuk audiens fungsional tertentu didistribusikan melalui medium yang bersifat relasional dan personal. Dalam konteks media digital kontemporer, ketidaksesuaian ini kerap terjadi ketika konten informasional—seperti poster undangan ibadah yang secara objektif ditujukan kepada jemaat gereja tertentu—dibagikan melalui platform seperti WhatsApp Story, yang audiens utamanya adalah relasi personal pengirim (keluarga, teman dekat, dan sesama pelayan). Akibatnya, pesan tidak lagi bekerja terutama sebagai sarana informasi, melainkan sebagai bentuk symbolic broadcasting kepada “significant others,” yakni individu-individu yang memiliki kedekatan emosional dan signifikansi sosial bagi pengirim.

Secara teoretis, fenomena ini dapat dipahami melalui kerangka presentation of self Erving Goffman, di mana tindakan komunikasi dipahami sebagai performatif dan bertujuan mengelola impresi diri di hadapan audiens tertentu. Dalam ruang digital yang mengalami context collapse, sebagaimana dijelaskan oleh Marwick dan boyd, batas antara audiens publik dan privat menjadi kabur, sehingga pengguna membayangkan audiens tertentu meskipun pesan tersebut secara teknis dapat diakses oleh kelompok yang lebih luas. Namun, pada platform semi-privat seperti WhatsApp Story, audiens yang dibayangkan cenderung bersifat intim dan relasional, bukan massal.

Lebih lanjut, dengan menggunakan signaling theory, pembagian konten tersebut dapat dibaca sebagai upaya mengirim sinyal status, legitimasi, atau pengakuan sosial—misalnya bahwa seseorang dipercaya untuk berkhotbah atau sedang menjalankan peran rohani tertentu. Hal ini sejalan dengan pendekatan uses and gratifications yang menekankan bahwa pengguna media memilih platform bukan semata-mata karena efisiensi penyebaran informasi, tetapi karena kemampuannya memenuhi kebutuhan psikososial seperti penguatan identitas dan validasi relasional. Dengan demikian, Audience Mismatch Theory menegaskan bahwa ketidakefektifan pesan secara informasional bukanlah kegagalan komunikasi, melainkan indikasi bahwa tujuan komunikatifnya telah bergeser: dari menyampaikan informasi kepada membangun makna diri dan relasi sosial.


Footnotes / Referensi

  1. Erving Goffman, The Presentation of Self in Everyday Life (New York: Anchor Books, 1959).
  2. Alice E. Marwick and danah boyd, “I Tweet Honestly, I Tweet Passionately: Twitter Users, Context Collapse, and the Imagined Audience,” New Media & Society 13, no. 1 (2011): 114–133.
  3. Michael Spence, “Job Market Signaling,” The Quarterly Journal of Economics 87, no. 3 (1973): 355–374.
  4. Elihu Katz, Jay G. Blumler, and Michael Gurevitch, “Uses and Gratifications Research,” Public Opinion Quarterly 37, no. 4 (1973): 509–523.
  5. Studi-studi tentang WhatsApp Status dan media ephemeris, mis. J. Vázquez-Herrero et al., “The Role of Ephemeral Content in Digital Communication,” Journalism Practice (2019).

Roi Eliazar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *